Beranda > Keheningan > NANDUR JAGUNG

NANDUR JAGUNG

Nandur jagung – nandur jagung…., Ditandure dipinggire gunung, dipinggire gunung. Bapak Tani saban dino…dan seterusnya….; ini adalah lirik sebuah lagu tempo dulu, bagi para petani, kaum proletar sebagai pelipur dan menjaga semangat hidupnya untuk terus bekerja.

Bila ada sebuah buku petunjuk atau teori tentang menanam jagung, barangkali ada baiknya dibaca, siapa tahu kita suatu saat menjadi seorang petani jagung sungguhan atau kiasan. Adakah buku teori menanam jagung ini benar atau salah….? Bisa jadi ya…, bisa jadi tidak. Kita tak perlu mempersoalkan atau mempercayainya. Kita mesti menguji kebenaran tentang sebuah buku, atau sebuah teori dilapangan. Namun kita tak banyak punya kesempatan untuk menguji, kenapa….? Barangkali ada beberapa faktor, alasan kenapa itu tidak kita lakukan. Masing-masing diri kitalah yang tahu alasannya.

Satu penyebab yang menghalangi saya untuk menguji adalah ketika saya berbantahan dengan teori yang saya baca. Apabila buku yang semata teori dan kata-kata ini ditulis oleh seorang yang menurut pandangan, pendapat saya tidak berpotensi untuk menulis tentang tanaman jagung, maka saya cenderung atau menyimpulkan buku ini tidak mengandung kebenaran. Dan sebaliknya apabila buku ini ditulis oleh orang yang saya anggap memiliki potensi, maka saya-pun terkagum-kagum memuja-muja, dan mempercayai buku teori ini. Disinilah saya terjebak. Apalagi lebih jauh saya berasumsi dan berkata, “AH, INI CUMA TEORI; LHO SAMA SEKALI TAK PERNAH MENANAM JAGUNG…?”

Si-penulis sama sekali tak berkeberatan dengan asumsi dan kata-kata saya atau ANDA. Adakah dia hanya semata berteori, atau dia telah mananam dan memetik jagung….?, hal ini sama-sekali tak ada hubungannya dengan diriku. Barangkali dia sungguh hanya berteori, atau mungkin juga dia sedang menanam dan membakar jagung…? saya sama sekali tak mengetahuinya. Inilah hal terpenting yang mesti kutanyakan kepada diriku; kenapa aku berasumsi, UNTUK APA…? apa manfaatnya bagi diriku…? Siapakah yang berasumsi ini…? Kenapa aku merasa berkeberatan dengan teori-teori.., dengan kata-kata orang lain….? Inilah yang mesti aku simak, karena hal inilah yang mendatangkan masalah dalam hidupku; dan ini jua yang menghalangi aku untuk menanam jagung.

Ada apa dengan diriku….? Bila aku cermat, aku akan menemukan akar permasalahan dalam diriku. Adalah “pikiran-ku yang telah banyak mengumpulkan dan menyimpulkan”, sehingga menjadi terlanjur pinter untuk berasumsi dan membentuk kepercayaan. Setiap aku membaca, melihat apa-pun, aku selalu membanding, menilai sesuai dengan kecendrungan kepercayaan diriku. Apabila aku membaca Buddha, aku mengganggap kata-katanya sangat berbahaya, karena ini tak sesuai dengan keimananku. Apabila aku membaca Krishnamurti, aku merasa tak senang karena kata-kata Krishnamurti terlalu tajam yang tak sesuai dengan tradisiku. Bila aku membaca Injil Thomas aku tak suka karena aku mengimani Ijil Yohanes. Demikianlah aku selalu berada didalam konflik dengan segala hal yang berada diluar maupun didalam diriku. Dapatkah aku melihat konflik ini berada dalam diriku…? Ketika aku terjerat dan berpegang, hal ini mau tak mau akan menimbulkan gesekan, friksi; dan aku akan selalu membanding, menilai, menghindari atau memujanya.

Selama aku tak paham dengan diriku yang terjebak, maka sebanyak apa-pun aku berasumsi, atau beranggapan bahwa orang lain sama bodohnya dengan diriku, maka aku tak’an tahu bagaimana menandur jagung; apalagi menikmati gurihnya.

Kategori:Keheningan
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar